Rabu, 09 Agustus 2023

The Power Of Doa (Kekuatan Doa)



Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh, amma ba’du!

Setiap untaian doa yang dipanjatkan oleh seorang hamba disetiap saatnya baik diwaktu sempit maupun lapang memiliki kekuatan yang dahsyat yang dapat mengetuk pintu langit sehinga doa tersebut dapat dikabulkan menjadi sebuah realita. Banyak kesusahan diangkat, penyakit disembuhkan, kesuksesan diraih, dan berbagai prahara kehidupan dapat diselesaikan dengan doa. Sesuatu yang sepertinya mustahil terjadi bisa menjadi kenyataan, sesuatu akan indah karena kekuatan sebuah doa yang dipanjatkan dengan penuh harapan dan khusu. Engkau berdoa di bumi akan tetapi terdengar di langit dan di amini oleh para malaikat.

DAHSYATNYA KEKUATAN DOA[1]

1. Doa bisa mengubah hal yang rumit menjadi ringan

Doa memilki kekuatan yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun, betapa banyak persoalan yang rumit yang pernah kita hadapi, yang kelihatannya tidak mungkin dalam hitungan manusia terjadi dan bisa diselesaikan lantaran dahsyatnya kekuatan doa. Karena bagi Allah itu mudah dan kecil, tidak ada yang sulit dan besar bagi Allah. Rasûlullâh   bersabda :

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيُعْظِمِ الرَّغْبَةَ ؛ فَإِنَّهُ لَا يَتَعَاظَمُ عَلَى اللّٰـهِ شَيْءٌ

“Jika salah seorang dari kalian berdo’a, maka hendaklah dia memperbesarkan keinginannya karena tidak ada satupun yang sulit dan besar bagi Allâh.” (Sunan Abu Dawud)

2. Doa selalu bermanfaat bagi sesuatu yang telah terjadi maupun yang belum terjadi

Sehingga disetiap saat dan kondisi seorang hamba selalu memiliki kesempatan untuk berdoa meminta kebaikan, dijauhkan dari segala hal yang tidak diinginkan serta diangkatkan segala ujian yang telah menimpanya, tidak ada kata terlambat dan kecepatan dalam berdoa karena doa sebagai tameng yang harus di pegang disetiap saat baik untuk sesuatu yang telah terjadi maupun yang belum terjadi.

Rasûlullâh   bersabda :

الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللَّهِ بِالدُّعَاءِ

“Doa itu bermanfaat bagi apa-apa yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi. Hendaklah kalian memperbanyak berdoa, wahai hamba-hamba Allah.” (HR.Tirmidzi, 3048 dan Al-Hakim, I/493)

3. Doa mampu menolak takdir Allah, berdasarkan hadits dari Salman Al-Farisi bahwa Rasûlullâh   bersabda :

لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الْدُعَاءُ

“Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa“. (Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306).

JANJI ALLAH BAGIMU YANG SELALU BERDOA

Tidak ada janji Allah bagi seorang hamba yang senantiasa berdoa dan berharap kepadanya melainkan akan mengabulkan segala doa tersebut, sehingga apa yang membuatmu malas berdoa, yang membuatmu berat mengangkat tangan mu untuk meminta kepada sang Penguasa, engkau sering meminta dan curhat kepada manusia tetapi engkau lupakan Allah dalam segala hajatmu, apakah engkau lupa dengan Firman Allah:

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (Al-Baqarah/2 :186).

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

“Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“. (Ghafir/40 : 60).

Doa yang telah dipanjatkan tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Allah. Apabila ada doa yang di dipanjatkan oleh seorang hamba yang tidak dikabulkan secara kontan sesuai dengan yang diinginkan maka jangan berputus asa, ada cara lain Allah mengabulkan doamu serta yang lebih tau kapan dan apa yang terbaik untuk mu, karena Allah Maha Mendengarkan lagi Maha Mengabulkan doa.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ  اللَّهُ أَكْثَرُ

Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3/18, dari Abu Sa’id; derajat hasan)[2]

Allah malu kepada hamba yang telah mengangkat tangannya untuk berdoa meminta dan memohon kepadanya apabila doa tersebut tidak dikabulkan, disinilah letak perbedaan antara manusia dengan Allah. Allah marah ketika tidak berdoa kepadanya, Allah malu ketika tangan di angkat untuk berdoa kepadanya namun tidak dikabulkan doa tersebut, Allah cinta dan suka kepada siapa yang selalu berdoa kepada-Nya, selalu mengabulkan semua doa walaupun tidak dibayar kontan sesuai permintaannya sedangkan manusia akan selalu berharap bahkan mungkin berdoa agar tidak ada orang yang meminta-minta kepadanya, sedermawan apapun seorang kalau dimintai terus pasti akan marah paling tidak akan merasa terbebani dan resah dan tidak semua permintaan dikabulkan karena dia juga ada kebutuhan dan kekurangan.

SEBAB TIDAK TERKABULNYA DOA

Segala sesuatu pasti memiliki penghalang, mungkin sering kita bertanya-tanya kepada diri kita sendiri, kenapa ya doa saya belum terkabulkan juga padahal sudah sering berdoa dengan doa yang sama?  Selain kemungkinan bernilai pahala di akhirat dan dihindarkan dari musibah yang setimpal ada kemungkinan lain sebagai faktor penghalang tidak dikabulkannya doa yang harus kita ketahui dan hindari.

1. Kurang serius dan sungguh-sungguh dalam berdoa diantaranya tidak fokus dan tidak konsentrasi sehingga digolongkan lalai dalam berdoa

2. Berdoa dalam kondisi makanan, minuman dan pakaian dari hasil yang haram

3. Doa yang mengandung dosa dan memutuskan tali silaturrahmi

4. Tergesa-gesa dalam berdoa yaitu tergesa-gesa ingin cepat dikabulkan sehingga dia merasa menyesal apabila tidak disegerakan kemudian meninggalkan doa tersebut.

LARANGAN MENINGGALKAN DOA                           

Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu berdoa berdasarkan hadits Nabi bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُهُمْ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ

“Orang yang lemah adalah orang yang meninggalkan berdoa dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil terhadap salam“. [Al-Haitsami, kitab Majma’ Az-Zawaid. Thabrani, Al-Ausath. Al-Mundziri, kitab At-Targhib berkata : Sanadnya Jayyid (bagus) dan dishahihkan Al-Albani,As-Silsilah Ash-Shahihah 2/152-153 No. 601].

Imam Manawi berkata bahwa yang dimaksud dengan Ajazu an-naasi adalah orang yang paling lemah akalnya dan paling buta penglihatan hatinya, dan yang dimaksud dengan Man ‘ajaza ‘ani ddua’i adalah lemah memohon kepada Allah terlebih pada saat kesusahan dan demikian itu bisa mendatangkan murka Allah karena dia meninggalkan perintah-Nya padahal berdoa adalah perkerjaan yang sangat ringan. [Faidhul Qadir 1/556].[3]

Allah murka terhadap orang-orang yang meninggalkan doa, berdasarkan hadits bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ لَمْ يَسْأَلْ الله غَضَبَ اللهُ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan memurkainya. [Sunan At-Tirmidzi, bab Do’a 12/267-268].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi berkata : “Makna hadits di atas yaitu barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan murka begitu pula sebaliknya Allah sangat senang apabila diminta oleh hamba-Nya”. [Fathul Bari 11/98]

Imam Al-Mubarak Furi berkata bahwa orang yang meninggalkan doa berarti sombong dan merasa tidak membutuhkan Allah.

Imam At-Thaibi berkata bahwa Allah sangat senang tatkala dimintai karunia-Nya, maka barangsiapa yang tidak memohon kepada Allah, maka berhak mendapat murka-Nya.

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa permohonan hamba kepada Allah merupakan kewajiban yang paling agung dan paling utama, karena menghindar dari murka Allah adalah suatu yang menjadi keharusan. [Mura’atul Mashabih 7/358].

Marâji’:

[1] Yazid bin Abdul Qadir Jawa. Do’a dan Wirid.  Jakarta Pusat: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.2026 M. Cet. k-32.. h. 43.

[2]    Muhammad Abdul Tausikal. “ 3 Kemungkinan Terkabulnya Do’a”  https://rumaysho.com/1299-3-kemungkinan-terkabulnya-doa.html. Diakses pada 4 agustus 2023.

[3]Ismail. “Keutamaan dan Kemuliaan Do’a” https://almanhaj.or.id/72-keutamaan-dan-kemuliaan-doa.html. Diakses pada 4 agustus 2023.

 

 

Senin, 07 Agustus 2023

KEMERDEKAAN YANG HAKIKI

 



DEFINISI KEMERDEKAAN

Dalam Bahasa Arab kemerdekaan disebut dengan istilah اَلْإِسْتِقْلَالُ  yang mengandung arti bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain atau kemampuan mengaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya.[1] sedangkan dalam KBBI, kemerdekaan adalah keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya) atau kebebasan. Istilah lain untuk makna bebas dalam bahasa Arab disebut juga dengan  اَلْحُرُّ dengan bentuk verbanyaاَلْحُرِّيَّةُ   kebebasan.

Dari semua makna kemerdekan di atas menunjukkan bahwa kemerdekaan itu merupakan kebebasan dari segala bentuk intervensi, ganguan dan kedzaliman dari pihak manapun, setelah merdeka bukan berarti bebas melakukan apapun sesuka hatinya tampa menimbang dan melihat baik dan buruknya sesuatu yang akan dilakukan sehingga akan menjadi seorang penjajah bagi orang lain, kemerdekaan tetap ada aturan yang mengatur kebebasan dan kewajiban baik individu maupuk orang lain yang itu harus ditunaikan, karena bebas bukan berarti bebas dari hak dan kewajiban dan menjajah orang lain.

Dalam perspektif Islam bahwa kemerdekaan itu telah ada dan melekat pada diri seseorang, disadari maupun tidak disadari karena kemerdekaan sifatnya asasi (melekat) bahkan manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka, dilindungi segala hak-haknya sejak kecil. Dengan demikian semua manusia telah merdeka dan seharusnya bebas dari segala jajahan yang buruk dan membahayakan kehidupan antara sesama. Namun tidak sedikit diantara kita yang menjajah dirinya sendiri dan tidak mau merdeka lagi, mereka dikendalikan oleh akalnya sendiri, dogma, hawa nafsu dan cinta harta, mereka tidak mau tunduk pada wahyu sehingga menjajah kemerdekaannya sendiri dan orang lain dengan sikap dan perbuatannya.

LARANGAN MENJAJAH KEMERDEKAAN ORANG LAIN

Allah memberikan kemerdekaan kepada seluruh hamba-Nya dan kepadamu maka syukuri jangan ingkari kenikmatan tersebut, jangan menjajah orang lain dengan segala kekuatanmu, menindas yang lemah. Apapun bentuk jajahan baik itu monopoli, diskriminasi merupakan kedzaliman, hiduplah dimuka bumi ini sesuai dengan aturan Sang Pencipta alam semesta, jauhi larangan termasuk menjajah, membuat orang lain tersakiti, maka berjalanlah dengan lurus serta fokus pada  tujuan hidupmu di dunia ini dengan baik agar selalu dalam kondisi semua merdeka.

Hendaknya kemerdekaan itu bukan sekedar nama dan simbol kebebasan semata malainkan harus diiringi dengan kebebasan jasad, rohani dan perbuatan dari hal-hal yang membinasakan diri sendiri dan orang lain. Islam melarang penjajahan dalam bentuk dan apapun alasannya, Rasulullah ﷺ  bersabda:[2]

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan tidak boleh juga membahayakan orang lain.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dan ad-Dâraquthni) 

يَا عِبَادِيْ ! إِنِّـيْ حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَـى نَفْسِيْ ، وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا ؛ فَلَا تَظَالَـمُوْ 

“Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram diantara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi…” (HR. Muslim (no. 2577), Ahmad (V/154, 160, 177), at-Tirmidzi (no. 2495), Ibnu Mâjah (no. 4257), ‘Abdurrazzâq (no. 20272), Abu)

كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya. (HR. Muslim no. 2564]

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” ( HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits-hadits di atas sebagai asas kemerdekaan yang digaja oleh islam dan tidak boleh menjajah orang lain.


MERAIH KEMERDEKAAN YANG HAKIKI

Sebuah upaya bagi individu untuk meraih kemerdekaan yang hakiki agar tidak hanya sekedar bebas dari ganguan dan rasa aman ketika di dunia saja akan tetapi supaya meraih kemerdekaan yang hakiki lagi abadi. Islam telah mengatur sedemikian macam terkait apa saja yang mengantarkan seseorang kepada kemerdekaan yang hakiki, kemerdekaan yang sebenarnya dan yang paling sempurna adalah bebas dari neraka dan masuk surga yang penuh dengan kenikmatan, itulah kemerdekaan yang hakiki.

Yang perlu disadari, kemerdekaan kita di dunia bukan berarti kita merdeka di akhirat, sehingga jadikan kemerdekaan di dunia ini sebagai sarana untuk mencapai kemerdekaan yang hakiki. Sekali merdeka tetaplah merdeka sampai akhirat.

Diantara cara meraih kemerdekaan yang hakiki adalah:[3]

1. Kemerdekaan Keyakinan

Kemerdekaan keyakinan adalah pemurnian aqidah sebagaimana kisah perjalanan spritual Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan. (QS. al-An’am ayat 76-79).

Perjalanan spiritual tersebut merupakan upaya Nabi Ibrahim untuk membebaskan hidupnya dari keyakinan nenek moyangnya yang menyembah berhala, dimana perbuatan itu merupakan bentuk  kesyirikan yang paling besar yaitu menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

Sebesar apapun amalan seseorang akan terhapus dengan kesyirikan, amalan tersebut tidak akan bernilai sedikitpun dimata Allah bagaikan debu yang bertebaran dan mendapatkan balasan berupa kekal di dalam neraka. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sungguh Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”  (QS. An-Nisaa’/4: 48)

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“…Seandainya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka ker-jakan.” (Al-An’aam/6: 88)

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh Allah mengharamkan Surga baginya, dan tempatnya ialah Neraka dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maa-idah/5: 72)

Balasan bagi yang berjumpa dengan Allah tampa membawa dosa kesyirikan adalah surga, sebagaimana  sabda  Nabi

مَن مات لا يشركُ باللهِ شيئًا دخل الجنةَ ، ومَن مات يشركُ باللهِ شيئًا دخل النارَ

“Barangsiapa yang mati, tanpa berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, ia masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik, maka ia masuk neraka” (HR. Muslim no. 93).

2. Kemerdekaan dalam Beramal

Kemerdekaan dalam beramal adalah seseorang harus bebas dari sifat bermalas-malasan dalam beramal karena malas beramal adalah sebuah sifat yang merugikan, tidak ada yang paling baik dan bermanfaat bagi seseorang untuk kehidupan jiwa, hati dan akhiratnya melainkan amal baiknya. Dalam beramal kita harus antusias dan komitmen dalam mengerjakannya karena itu sebuah perintah baik besar maupun kecil,  lakukan amalan yang bisa engkau lakukan jangan malas dan menunda-nunda karena sifat tersebut termasuk sikap menyepelekan kebaikan.

Termasuk kemerdekaan dalam beramal adalah bebas dari amalan-amalan yang tidak ada tuntunannya karena masih banyak amalan yang ada tuntunannya yang mungkin belum kita kerjakan dan istiqomah diatasnya, sehingga mengapa kita sibukan diri dengan amalan-amalan tersebut yang dikatakan oleh Rasul menjadi amalan yang tertolak karena tidak terpenuhinya syarat diterimanya amal perbuatan.

Balasan bagi yang selalu antusias dan istiqomah dalam melakukan amal kebaikan adalah surga apabila dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah .  Sebagaimana Firman Allah

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)

 

3. Kemerdekaan dalam Bersosial dan Berinteraksi

Kemerdekaan dalam bersosial dan berinteraksi adalah berlepas diri dari pelaku dzalim dan membebaskan orang lain dari gangguan dan kedzaliman kita sendiri sebagaimana pada kisah Nabi Musa ketika membebaskan bangsanya dari penindasan Fir’aun (QS. Al-Baqarah: 49, Al-A’raf: 127, dan Ibrahim: 6).  Fir’aun dikenal sebagai raja yang kejam, ditakuti, dan dzalim terhadap Bani Israil. Kemudian Nabi Musa diutus oleh  Allah  ﷻ  untuk menghentikan kekejaman Fir’aun dan membebaskan bangsanya dari penindasan. Dan kemerdekaan dari kisah keberhasilan Nabi Muhammad dalam mengemban misi kenabian di muka bumi (QS. Al-Maidah: 3). Nabi Muhammad diutus Allah di tengah-tengah masyarakat Arab Jahiliyyah yang mengalami tiga penjajahan sekaligus yaitu disorientasi hidup (QS Luqman: 13), penindasan ekonomi (QS. Al-Humazah: 1-4), dan kezaliman sosial (QS. Al-Hujurat: 13).

Merdekakan orang lain dari ganguan dan tindakanmu, jangan mengganggu hak mereka, takutlah terhadap kendzaliman karena kedzaliman akan gelap pada hari kiamat dan akan dibalas dengan kebaikan apabila kebaikanmu telah habis maka engkau akan mengambil dosa orang yang telah di dzalimi.

Termasuk kemerdekaan dalam bersosial dan berinteraksi adalah seseorang harus bebas dari segala bentuk larangan yang diharamkan baginya, Allah hanya menerima perkara-perkara yang baik dan menghukum bagi yang melanggar aturannya.  

Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.

Marâji’:

[2] Al-Imam An-Nawawi. Hadits Arba’in An-Nawawiyyah. Kotagede Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif. 2015 M. Cet.k-2.

[3] Admin MUI “Hakikat dan Makna Kemedekaan dalam Alquran, Sebuah Refleksihttps://mui.or.id/bimbingan-syariah/aqidah-islamiyah/37386/hakikat-dan-makna-kemerdekaan-dalam-alquran-sebuah-refleksi/.


 

 

 

 


The Power Of Doa (Kekuatan Doa)

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh, amma ba’du! Setiap untaian doa yang dipanjatkan oleh seorang hamba dis...