Orang barat mengatakan TIME IS MONEY waktu adalah uang, hal ini menunjukkan bahwa waktu itu penting dan berharga sehinga mereka menilai waktu dengan uang, mereka meyakini standar kesuksesan dan keberhasilan adalah terletak pada pemanfaatan waktu sehinga mereka tidak mau waktunya berlalu begitu saja tampa menghasilkan uang dan keuntungan yang besar, orientasi mereka adalah dunia, bagaimana cara menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan waktu yang mereka miliki dengan sebaik mungkin. Di dalam Islam waktu itu jauh lebih penting dan berharga tidak dinilai dengan materi dan kekayaan duniawi yang tidak ada nilainya dimata Allah sehinga sangat-sangatlah disayangkan apabila waktu tidak digunakan dalam beramal sholeh untuk kebaikan akhirat. Waktu itu adalah ruhnya kehidupan jika waktu berlalu maka berlalulah usia seseorang, ketika usia telah berakhir maka akan berakhirlah masa hidupnya di dunia, pemanfaatan waktu adalah penentu baik dan buruknya kehidupan seseorang diakhirat kelak tergantung dari pemanfaatan waktu ketika dia hidup di dunia, saking penting dan berharganya waktu sampai Allah bersumpah dengan salah satu makhluk-Nya dalam Al-Quran, hal ini menunjukkan makhluk tersebut memiliki keistimewaan. Allah bersumpah dengan waktu dalam ayat Al-Quran baik secara general dan spesifik:
وَالْعَصْرِ
(demi
masa)
وَالْفَجْرِ
(demi
waktu fajr)
وَالضُّحٰىۙ
(demi
waktu dhuha)
وَالَّيْلِ
(demi
waktu malam)
وَالنَّهَارِ
(demi
waktu siang)
Waktu
merupakan induknya kekayaan, puncak kejayaan dan modal yang dimiliki oleh semua
orang, sesuatu apapun yang orang inginkan untuk mencapainya baik dalam hal
kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat tentu dengan waktu, waktu adalah
kekayaan yang harus dijaga dengan baik dan dimanfaatkan pada hal-hal yang baik,
seseorang akan merugi apabila tidak bisa mengunakan kekayaan ini dengan baik.
Waktu adalah sesuatu yang penting apabila disia-siakan, di dihambur-hamburkan
akan merugi.
Didalam
kitab Al-Jawaabul Kaafi karya imam Ibnul Qayim rahimahullahu beliau
membawakan perkataan Imam Syafi’I yang sangat familiar.
الوقت سيف فإن قطعته و إلّا قطعتك, و نفسك
إن لم تشغلها بالحق و إلاّ شغلتك بالباطل
Artinya: “Waktu laksana pedang (maka
dibutuhkan kepandaian dalam mengunakannya dan tidak lalai), jika engkau tidak
menggunakannya dengan baik maka ia yang malah akan menebasmu (melukaimu). Dan
dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan pasti akan tersibukkan dalam hal
yang sia-sia”.
Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang dimiliki oleh seseorang apabila tidak
digunakan dalam perkara yang positif atau dihabiskan dalam perkara kebikan
tentu akan menghabiskanya dalam perkara yang negatif dan perkara yang sia-sia, oleh
karena itu gunakanlah waktumu kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat. Dan
jangan menghabiskan waktu dengan perkara yang sia-sia.
Waktu kita hidup di dunia ini
sangat-sangatlah singkat akan tetapi merupakan harta yang paling berharga
sekaligus penentu bagi setiap orang untuk kehidupannya kelak. Waktu merupakan
nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat dihitung. Jika waktu yang sedikit
ini digunakan untuk berbuat kebaikan, maka ia sangatlah beruntung. Sebaliknya
jika waktu yang sedikit lagi singkat ini disia-siakan dan dilalaikan dengan
cara bermalas-malasan dalam berbuat kebajikan maka sungguh ia benar-benar
merugi. Dan waktu yang berlalu tidak mungkin bisa kembali selamanya, seharusnya
kita sadar dan menyadari bahwa waktu itu sesuatu yang sangat berharga bagi
seorang hamba, sangat amat disayangkan jika waktu itu berlalu begitu saja tanpa
ada selipan kebaikan dan ketaatan di dalamnya. Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:
ما ندمت على شيء ندمي على يوم غربت شمسه
نقص فيه أجلي و لم يزد فيه عملي
Artinya:
“Tidak ada sesuatu yang pernah kusesali selain keadaan dimana matahari tenggelam
usiaku berkurang akan tetapi ajalku makin dekat namun amalku tidak bertambah”.
Pernakah kita merasa menyesal disaat kita
bermalas-malasan dalam beramal sholeh dimana waktu kita berlalu begitu saja
tampa ada amal sholeh yang dilakukan didalamnya? Perlu kita ketahui dan sadari
bahwa salah satu tanda Allah menelantarkan seorang hamba adalah dengan cara
Allah jadikan ia sibuk dalam perkara yang sia-sia.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
من علامة إعراض الله عن العبد أن يجعله
شغله فيما لا يعنيه خذلانا من الله عزوجل
Artinya: “Di antara tanda Allah
berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam perkara yang
sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya” (Al
Bahrur Ra’iq, hal. 70).
Kita harus menghiasi hari-hari kita
disetiap saat dan waktu untuk menghasilkan nilai-nilai ibadah dimanapun kita
berada dan dalam kondisi apupun karena waktu dan kesempatan merupakan anugerah
yang sangat besar lagi mulia dan tidak
ada yang paling mengetahui betapa besarnya anugerah waktu melainkan orang-orang
yang hilang darinya kesempatan atau tidak memiliki lagi kesempatan sehinga
tidak ada keburukan pada waktu dan kesempatan melainkan manusianya yang buruk,
merugi lagi tercela ketika tidak memanfaatkannya dengan baik, baik karena enggan,
bermalas-malasan ataupun menunda-nunda untuk beramal ketaatan. Kita tidak tahu
kapan berakhir waktu hidup kita didunia, maka dari itu Allah Ta’ala banyak
memerintahkan untuk segera berlomba-lomba dalam ketaatan. Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam pun memerintahkan umatnya untuk
bersegera melakukan amalan-amalan shalih.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
“Wahai anak Adam janganlah engkau menunda-nunda (dalam melakukan
perkara-perkara yang baik) karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini (apa
yang bisa dilakukan, dikerjakan hari ini lakukan, kerjakan hari ini, jangan
menunda-nunda), adapun besok maka lakukanlah pada esok hari sebagaimana engkau
lakukan pada hari ini (kalau menunda-nunda bisa jadi kesempatan itu akan hilang
tidak datang kembali, kesempatan itu tidak datang kedua kali baik karena
kondisi dan keadaan yang tidak mendukung seperti sakit, sibuk dan banyak
pekerjaan lain yang diprioritaskan). Jika engku tidak bertemu esok hari engkau
tidak akan menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini” (Taqribuz
Zuhd, 1/28).
Dalam sya’ir Arab juga disebutkan,
وَ لاَ تَرْجِ عَمَلَ اليَوْمِ إِلَى الغَدِ
لَعَلَّ غَدًا يَأْتِي وَ أَنْتَ فَقِيْدُ
Artinya: “Janganlah engkau menunda-nunda
amalan hari ini hingga besok
Seandainya besok itu tiba, mungkin saja engkau
akan kehilangan.”
Dari Abu Ishaq, ada yang berkata kepada
seseorang dari ‘Abdul Qois, “Nasehatilah kami.” Ia berkata, “Hati-hatilah
dengan sikap menunda-nunda (nanti dan nanti).”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Hati-hati
dengan sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada
di hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang
engkau masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah
engkau sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.” (Dinukil dari Ma’alim fii Thariq Tholab Al-‘Ilmi, Dr. ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin
‘Abdillah As Sadhaan, 30, Darul Qabis)
Waktu
adalah nikmat yang sungguh luar biasa yang kita miliki. Waktu tak bisa dinilai
dengan materi dan kekayaan. Waktu berjalan dengan cepat dan tidak terasa, waktu
yang berjalan tidak akan bisa terulang kembali. Waktu adalah kehidupan, jika
waktu habis maka habislah kehidupan, bersyukurlah saat ini kita masih diberi
waktu, terkhusus waktu untuk memperbaiki dan memperkuat ketaatan kita pada-Nya.
Waktu adalah salah satu nikmat yang agung dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepada manusia. Sudah sepantasnya manusia memanfaatkannya secara baik,
efektif dan semaksimal mungkin untuk amal shalih.
Betapa
penting dan berharganya waktu:
1.
Waktu adalah modal bagi manusia apabila
modal tersebut tidak digunakan dengan baik maka akan merugi.
2.
Waktu sangat cepat berlalu, berlalunya
waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung) sehingga jangan sia-siakan
dengan perkara-yang sia-sia.
3.
Waktu yang berlalu tidak akan pernah
datang kembali dan waktu yang berlalu akan menjadi catatan baik atau buruk.
Pepatah Arab juga mengatakan:
اَلْوَقْتُ
أَنْفَاسٌ لَا تَعُوْدُ
Artinya: “Waktu adalah nafas yang
tidak mungkin akan kembali.”
4.
Waktu lebih mahal dari pada uang karena
uang bisa dicari dengan waktu sedangkan waktu tidak bisa dibeli dengan uang. Waktu sangatlah
berharga. Begitu berharganya waktu, menyia-nyiakannya adalah bentuk puncak
kerugian, bahkan lebih berbahaya dari kematian.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah
berkata,
إضاعةُ
الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرةوالموتُ
يقطعك عن الدنيا وأهلها
Artinya: “Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya daripada
kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (memisahkanmu) dari
Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia
dan penduduknya serta keluarganya”. [Al-Fawaid hal 44].
Apabila waktu disia-siakan terus-menerus maka untuk apa kita hidup?
Karena waktu yang kita miliki tidak bermanfaat baik untuk diri kita dan orang
lain. Waktu hanya digunakan untuk bermain-main dan bersenda gurau saja?
Orang yang cerdas yang mendambakan kesuksesan dunia-akhirat akan
sangat menyesal jika waktunya terbuang percuma tanpa manfaat dan faidah. Ibnu
Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
“Tiada yang pernah kusesali selain keadaan ketika matahari
tenggelam, ajalku berkurang, namun amalanku tidak bertambah.” (Lihat Miftahul
Afkar).
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:
أَدْرَكْتُ
أَقْوَامًا كَانَ أَحَدُهُمْ أَشَحَّ عَلَى عُمْرِهِ مِنْهُ عَلَى دَرَاهِمِهِ
وَدَنَانِيْرِهِ
Artinya: “Aku telah menemui
orang-orang yang sangat bakhil terhadap umurnya (waktunya) daripada terhadap
dirham dan dinarnya (hartanya, karena dalam masalah harta mereka sangat royal)”.
Sebagian penyair berkata:
وَالْوَقْتُ
أَنْفَسُ مَا عَنَيْتَ بِحِفْظِهِ … وَأَرَاهُ أَسْهَلَ مَا عَلَيْكَ يُضَيَّعُ
Artinya: “Waktu adalah perkara paling
mahal yang perlu engkau perhatikan untuk dijaga, akan tetapi aku melihatnya
bahwa waktu paling mudah engkau menyia-nyiakannya”.
5.
Manusia tidak mengetahui kapan
berakhirnya waktu yang diberikan untuknya. Oleh karena itu Allah Ta’ala
banyak memerintahkan untuk bersegera dan berlomba dalam ketaatan. Demikian juga
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar bersegera
melaksanakan amal-amal shalih. Para ulama telah memperingatkan agar seseorang
tidak menunda-nunda amalan.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:
اِبْنَ
آدَمَ إِيَّاكَ وَالتَّسْوِيْفَ فَإِنَّكَ بِيَوْمِكَ وَلَسْتَ بِغَدٍّ فَإِنْ
يَكُنْ غَدٌّ لَكَ فَكُنْ فِي غَدٍّ كَمَا كُنْتَ فِيْ الْيَوْمَ وَإِلَّا يَكُنْ
لَكَ لَمْ تَنْدَمْ عَلَى مَا فَرَّطْتَ فِيْ الْيَوْمِ
Atinya: “Wahai anak Adam, janganlah
engkau menunda-nunda (amalan-amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada
hari ini, adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu
besok hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada
hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan menyesali
sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini”.
Kesempatan hanya datang satu (1) kali,
hari ini dan besok berbeda kendatipun sama nama harinya.
6.
Waktu itu dinilai penting dan berharga
ketika sakit dan tidak ontime.
Ada 3
kondisi kenapa manusia menyia-nyiakan waktu:
Kondisi pertama, tidak menetapkan
tujuan hidup. Oleh karena itu, seorang muslim wajib mengetahui bahwa tujuan
Allah menciptakannya adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku”. [adz-Dzariyat/51:56].
Dia harus mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat beramal, bukan
tempat santai dan main-main, sebagaimana firman-Nya:
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Artinya: “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” [al-Mukminun/23 : 115].
Dunia adalah sawah ladang akhirat. Jika engkau menanam kebaikan di
dunia ini, maka engkau akan memetik kenikmatan abadi di akhirat kelak. Jika
engkau menanam keburukan di dunia ini, maka engkau akan memetik siksaan pedih
di akhirat kelak.
Namun demikian, ini bukan berarti manusia tidak boleh
bersenang-senang dengan perkara yang Allah ijinkan di dunia ini, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَاللَّهِ
إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ
وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي
Artinya: “Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling
takut dan paling takwa di antara kamu kepada Allah, tetapi aku berpuasa dan
berbuka, shalat (malam) dan tidur, dan aku menikahi wanita-wanita. Barangsiapa
membenci sunnahku, maka ia bukan dariku”. [HR al-Bukhari, no. 4776; Muslim,
no. 1401]
kondisi kedua, tidak memahami nilai
dan urgensi waktu
kondisi ketiga, lemahnya kehendak dan
tekad atau kemauan untuk beramal kebaikan.
Banyak orang mengetahui nilai dan urgensi waktu, dan mengetahui
perkara-perkara bermanfaat yang seharusnya dilakukan untuk mengisi waktu, akan
tetapi karena lemahnya kehendak dan tekad atau kemauan untuk beramal kebaikan,
mereka tidak melakukannya. Maka seorang muslim wajib mengobati perkara ini dan
bersegera serta berlomba-lomba melaksanakan amalan-amalan sholeh, serta memohon
pertolongan kepada Allah Ta’ala, kemudian bergabung dengan teman-teman
yang shalih.
Jika kita benar-benar mengerti tujuan hidup, dan kita benar-benar
memahami nilai waktu, maka seharusnya kita isi waktu kita dengan perkara yang
akan menjadikan ridha Penguasa kita, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga
Allah selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus. Aamiin.
Mantap
BalasHapusAlhamdulillah emon belajar menulis, semoga bermanfaat bagi orang banyak. Allahumma aamiin
Hapus