SURAT AL-BAQOROH AYAT 201
وَمِنْهُم مَّن
يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّار
Artinya: Dan di antara
mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
Ayat ini mengandung sebuah redaksi do’a yang sangat familiar dikalangan kita bahkan do’a ini dihafal sejak usia dini. Oleh karnanya sudah menjadi hal yang pantas bagi seseorang untuk paham dan mengerti apa kandungan do’a yang sering diucapkan tersebut, doa dalam ayat ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu: kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat dan meminta agar dijauhkan dari siksa neraka.
Memohon Kebaikan Dunia
رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
Artinya: “Wahai Rabb
kami, berilah kami kebaikan di dunia.”
Imam Al-Hasan Al-Basri (wafat
th. 110 H) rahimahullaah berkata, “Yang dimaksud dengan kebaikan dunia dalam
ayat ini adalah ilmu dan ibadah.” Sehingga kebaikan dunia yang paling
agung adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh, dan ini adalah sebaik-baik
tafsir dalam ayat ini. Kenapa ilmu
disebutkan lebih awal daripada ibadah, karena ibadah
tidak mungkin benar dan sempurna kecuali dilandasi dengan ilmu dan ilmu yang
benar akan melahirkan ibadah yang benar pula, disisi lain ini menunjukkan bahwa ilmu lebih tinggi dan lebih mulia kedudukannya
daripada ibadah.
Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
فَضْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ وَخَيْرُ
دِيْنِكُمُ الْوَرَعُ
Artinya: “Keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan
agama kalian yang paling baik adalah al-wara’ (ketakwaan).”
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وإنَّ فَضْلَ
العالِمِ على العابدِ كفَضْلِ القمَرِ ليلةَ البَدْرِ على سائرِ الكواكبِ
Artinya: “Sesungguhnya
keutamaan seorang yang berilmu dibandingkan orang yang ahli ibadah seperti
keutamaan bulan purnama dibandingkan seluruh bintang-bintang.”
Diantara alasannya adalah orang
yang berilmu akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar daripada orang yang melakukan ibadah dan dia
bukan seorang berilmu, ketika seorang mengajarkan ilmunya kepada orang lain dan ilmu itu
diamalkan oleh dirinya dan orang lain maka bukankah itu hal yang lebih baik?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa
yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala
orang yang mengerjakannya”
Sufyan ats-Tsauri (wafat
th. 161 H) rahimahullaah mengatakan, “Aku tidak mengetahui satu
ibadah pun yang lebih baik daripada mengajarkan ilmu kepada manusia.”
Dalam potongan do’a ini
telah jelas bertapa pentingnya ilmu sehinga seseorang senantiasa meminta kepada
Allah agar menjadi orang-orang yang berilmu, dari sini muncullah pertanyaan
dalam diri kita apa itu ilmu dan apa keutamaan ilmu?
Apa Itu Ilmu?
Pada umumnya ilmu adalah
sebuah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut
metode yang ilmiah yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan menerangkan
kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan.
Definisi ilmu syar’i
Ilmu syar’i adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang syariat yang
Allah turunkan kepada Rasulnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
menjelaskan:
علم ما أنزل
الله على رسوله من البينات والهدى
Artinya:“(Ilmu syar’i)
adalah ilmu tentang apa yang Allah turunkan kepada Rasulnya berupa
penjelasan-penjelasan dan petunjuk”. Maka semua ilmu yang
mengantarkan kita untuk memahami agama, itulah ilmu syar’i. Adapun yang
selain itu maka bukan ilmu syar’i walaupun dikemas dengan “islami”. Oleh karena
itu Imam Asy Syafi’i mengatakan:
كل العلـوم سـوى القرآن مشغلة
إلا الحـديث وإلا الفقه في الـدين
العلـم مـا كـان فيـه قال حدثنا
وما سوى ذاك وسواس الشـياطين
Artinya: “Setiap ilmu selain Al Qur’an itu
menyibukkan, kecuali ilmu hadits, dan ilmu fiqih. Ilmu adalah yang di dalamnya
terdapat perkataan haddatsana, dan yang selain itu hanyalah was-was setan”
Perkataan ini mengingatkan
kita tentang sebuah hadits yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إنَّ اللهَ
تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة
Artinya: “ Sesungguhnya
Allah ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan (ilmu) dunia namun bodoh
dalam perkara akhirat”.
Apa Keutamaan
Ilmu?
1. Ilmu merupakan pembeda
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى
الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” ini merupakan pertanyaan yang mengandung pujian
bagi orang-orang yang berilmu dan celaan bagi kebodohan karena tidak mungkin
sama antara orang berilmu dan orang yang tidak paham apa-apa.
Jika kita ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak terkikis
oleh perjalanan malam dan siang, pergantian masa dan tahun, kewibawaan tanpa
kekuasaan, kekayaan tanpa harta, kedigdayaan tanpa senjata, kebangsawanan tanpa
keluarga besar, para pendukung tanpa upah, pasukan tanpa gaji, maka kita harus menjadi
orang yang berilmu.
2. Orang yang
berilmu akan Allah angkat derajatnya
Allah Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Di zaman dahulu ada
seseorang yang lehernya cacat, dan dia selalu menjadi bahan ejekan dan
tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu,
niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu
syar’i hingga dia menjadi orang alim (berilmu), sehingga dia diangkat menjadi
Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang
berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga dia berdiri.
Imam Sufyan bin ‘Uyainah
(wafat th. 198 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang paling tinggi
kedudukannya di sisi Allah diantara hamba-hambanya adalah para Nabi dan ulama
(orang berilmu).”
Allah pun telah berfirman
tentang Nabi Yusuf ‘alaihis salaam:
نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ
عَلِيمٌ
Artinya: “…Kami angkat
derajat orang yang Kami kehendaki, dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang
Maha Mengetahui.”
Disebutkan bahwa tafsir
ayat di atas adalah bahwasanya Kami (Allah) mengangkat derajat siapa saja yang
Kami kehendaki dengan sebab ilmu. Sebagaimana Kami telah mengangkat derajat
Yusuf ‘alaihis salaam di atas saudara-saudaranya dengan sebab ilmunya.
3. Orang yang berilmu
adalah orang-orang yang takut kepada Allah
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya: “… Di antara
hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.”
Ibnu Mas’ud radhiyallaahu
‘anhu berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut sebagai ilmu.
Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Allah disebut sebagai suatu
kebodohan.”
Imam Ahmad rahimahullaah
berkata, “Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah.” Apabila seseorang bertambah
ilmunya, maka akan bertambah rasa takutnya kepada Allah.
4. Orang yang berilmu
dikecualikan dari laknat Allah
Imam at-Tirmidzi (wafat
th. 249 H) rahimahullaah meriwayatkan dari Abu Hurairah (wafat th. 57 H)
radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُوْنَةٌ مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا
إِلَّا ذِكْرُ اللهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِـمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari ilmu.”
5. Ilmu adalah jalan
menuju kebahagiaan
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi
meriwayatkan hadits dari Shahabat Abu Kabasyah al-Anmari (wafat th. 13 H) radhiyallaahu
‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّمَا
الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ
يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِـمَهُ وَيَعْلَمُ ِللهِ فِيْهِ
حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْـمَنَازِلِ
Artinya: “…Sesungguhnya dunia diberikan untuk empat orang: (1) seorang hamba yang Allah berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, dengannya ia menyambung silaturahmi, dan mengetahui hak Allah di dalamnya. Orang tersebut kedudukannya paling baik (disisi Allah).
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَـمْ يَرْزُقْهُ مَالًا
فَهُوَ صَادِقُ النِّـيَّـةِ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ
بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُـمَا سَوَاءٌ
(2) Seorang
hamba yang Allah berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki
harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Ia dengan
niatnya itu, maka pahala keduanya sama.
وَعَبْدٍ
رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَلَـمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًـا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيْهِ رَحِـمَهُ وَلَا
يَعْلَمُ ِللهِ فِيْهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْـمَنَازِلِ
(3) Seorang
hamba yang Allah berikan harta namun tidak diberikan ilmu. Lalu ia tidak dapat
mengatur hartanya, tidak bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, tidak menyambung
silaturahmi dengannya, dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya. Kedudukan
orang tersebut adalah yang paling jelek (di sisi Allah).
وَعَبْدٍ لَـمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًـا
فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلِ فُلاَنٍ
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُـمَا سَوَاءٌ
Dan (4) seorang hamba yang tidak Allah
berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku
pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Ia berniat seperti itu
dan keduanya sama dalam mendapatkan dosa.”
6. Pahala ilmu yang
diajarkan akan tetap mengalir meskipun pemiliknya telah meninggal dunia
Disebutkan dalam Shahiih
Muslim, dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا مَاتَ
الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ،
وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، وَ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seorang
manusia meninggal dunia, maka pahala amalnya terputus, kecuali tiga hal:
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.”
Hadits ini adalah dalil terkuat tentang keutamaan
dan kemuliaan ilmu serta besarnya buah dari ilmu. Sesungguhnya pahala ilmu
tetap diterima oleh orang yang bersangkutan selama ilmunya diamalkan orang
lain. Seolah-olah ia tetap hidup dan amalnya tidak terputus. Ini disamping
kenangan dan sanjungan yang dialamatkan kepadanya. Tetap mengalirnya pahala
untuk dirinya pada saat pahala amal perbuatan telah terputus dari manusia
adalah kehidupan kedua baginya.
7. Karena keutamaannya, diperbolehkan iri kepada ahli ilmu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا حسدَ إلا في
اثنتين : رجلٌ آتاه اللهُ مالًا؛ فسلَّطَ على هَلَكَتِه في الحقِّ ، ورجلٌ آتاه
اللهُ الحكمةَ؛ فهو يَقضي بها ويُعلمُها
Artinya: “tidak boleh
hasad kecuali pada dua orang: seseorang yang diberikan harta oleh Allah, kemudian
ia habiskan harta tersebut di jalan yang haq, dan seseorang yang
diberikan oleh Allah ilmu dan ia memutuskan perkara dengan ilmu tersebut dan
juga mengajarkannya.”
8. Para penduduk langit
dan bumi memintakan ampunan untuknya
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
وإنَّ العالِمَ
ليستغفِرُ له مَن في السَّمواتِ ومَن في الأرضِ، والحِيتانُ في جَوْفِ الماءِ
Artinya: Dan orang yang
berilmu itu dimintakan ampunan oleh semua yang ada di langit dan semua yang ada
di bumi, juga oleh
ikan-ikan yang ada di kedalaman laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar